
Kepala Bidang Kebudayaan mempunyai tugas membantu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam bidang kebudayaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan arahan pimpinan untuk optimalisasi pelaksanaan tugas. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud di atas Kepala Bidang Kebudayaan mempunyai fungsi : Perencanaan, Pengkoordinasian, Pelaksanaan, Pembinaan dan pengendalian program dan kegiatan Bidang Kebudayaan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bidang Kebudayaan dibantu oleh dua Seksi yakni : 1) Seksi Seni dan Tradisi; dan 2) Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan. Nomenklatur jabatan Seksi tersebut saat ini telah berubah menjadi Jabatan Fungsional Pamong Budaya.
- Geografi
Kota Magelang merupakan kota kecil yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Magelang serta berada di persilangan lalu lintas ekonomi dan wisata antara Semarang-Yogyakarta, Purworejo-Temanggung-Salatiga. Kota Magelang juga berada pada persimpangan jalur wisata lokal maupun regional antara Yogyakarta–Borobudur–Kopeng-Ketep Pass dan dataran tinggi Dieng. Kota Magelang adalah kota kecil dengan nilai strategis yang didukung dengan kondisi sarana prasarana yang memadai sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap daerah sekitarnya.Kota Magelang juga ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kawasan Purwomanggung(Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, dan Kabupaten Magelang)dalam Rencana Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2017 tentang Batas Daerah Kabupaten Magelang dengan Kota Magelangluas wilayah Kota Magelang sebesar 18,54 Km2 atau sebesar 0,06% dari keseluruhan luas Provinsi Jawa Tengah. Kota Magelang terbagi atas 3 (tiga) kecamatan dan 17 kelurahan dengan rata-rata luas wilayahnya tidak lebih dari 2 km².
Dari perspektif kebudayaan, Kota Magelang berada di tengah-tengah wilayah dengan potensi kebudayaan dan pariwisata yang tinggi.Wilayah yang paling dekat adalah Kabupaten Magelang yang menjadi lokasi Borobudur yang dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Kota Magelang juga berada dekat dengan dua kota-kota yang memiliki potensi dan prestasi kebudayaan yang sudah diakui, yaitu Yogyakarta dan Surakarta, sehingga pengaruh bentuk, aktivitas, maupun semangat berkebudayaan dari kota-kota tersebut turut memberi sumbangan dalam perkembangan kebudayaan Kota Magelang.
Posisi Kota Magelang berada tepat di tengah Pulau Jawa, di mana hal ini diperkuat dengan adanya mitos Gunung Tidar sebagai Pakuning Tanah Jawa, yang disimbolkan dalam bentuk sebuah tugu putih. Dikawasan Gunung Tidar juga terdapat Maqom/petilasan Syekh Subakir Wali Songo Generasi I, seorang ulama dari Turki yang dipercayai oleh beberapa kelompok masyarakat konon ceritanya berhasil menaklukkan para jin penghuni Gunung Tidar serta makam tombak pusaka Kyai Sepanjang dan maqom/petilasan Kyai Semar. Mitos serta keberadaan makam/maqom ini menarik berbagai kalangan untuk melakukan ziarah atau ritual ke Gunung Tidar.Hal ini menjadi potensi wisata budaya dan wisata religi yang dapat dikembangkan.
- Corak dan Ragam Budaya
Corak adalah bentuk/wujud dari ungkapan artistik seseorang/kelompok sesuai dengan cita rasanya. Corak ini dapat dipengaruhi dan atau mempengaruhi baik secara internal maupun eksternal, namun corak dapat lebih menggambarkan spesifikasi atas perbedaan antara satu dengan lainnya.
Guna penguatan corak (kekhasan) ini telah diterbitkan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Branding Kota Magelang. Namun dalam kenyataannya Peraturan Daerah ini belum dapat diimplementasikan secara optimal.
Oleh karena faktor geografis, maka corak budaya yang ada di Kota Magelang adalah budaya Jawa yang utamanya banyak dipengaruhi oleh model Surakarta, Yogyakarta maupun pesisir utara (Semarang).
Keberadaan Gunung Tidar sebagai Pakuning Tanah Jawa dan juga keberadaan AKMIL serta pusat-pusat militer menjadi alasan penggambarannya dalam simbol/logo utama Kota Magelang.
Secara historis, toponomi di Kota Magelang dipengaruhi oleh sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro bersama laskar-laskarnya melawan kolonialisme Belanda yang kemudian memunculkan sebuah tarian prajurit wanita yang diberi judul “Tari KUNTULAN”. Selain tari Kuntulan, tari lain yang banyak berkembang di masyarakat adalah “JATHILAN” yang saat ini banyak bergeser kearah tari “TOPENG IRENG, DAYAKAN dan RAMPAK BUTO” yang bisa jadi karena pengaruh legenda GUNUNG TIDAR yang dulunya menjadi sarang jin dan setan.
Di kehidupan masyarakat masih kental dengan tradisi gotong royong, kenduri, merti desa, bersih makam dan lain-lain. Namun dengan perkembangan perkotaan selama ini tradisi tersebut mulai berkurang.
Dengan suku mayoritas Jawa, maka budaya Jawa masih nampak dari berbagai aktivitas kehidupan masyarakat, meskipun sebagai wilayah perkotaan berbagai unsur kebudayaan mulai banyak mengalami pergeseran.
Penduduk Kota Magelang selain dominasi suku Jawa juga terdapat banyak etnis pendatang seperti Tionghoa, India, Arab, Sunda, Madura, Sumatra dan lain-lain. Sehingga berkembang pula jenis seni budaya lain seperti barongsai, rebana/qasidah/samroh dan lain-lain.
Dari aspek bangunan, selain bangunan Jawa (Joglo, Limasan dan Pendopo), juga banyak terdapat bangunan klenteng, gereja, masjid dan bangunan-bangunan kuno bercorak eropa (kolonial).
- Sejarah
Hari Jadi Kota Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989, yaitu 11 April 907 M. Sebagai sebuah kota yang tua, Kota Magelang menyimpan potensi kesejarahan maupun legenda/cerita rakyat yang sangat tinggi.Potensi kesejarahan/legenda yang dimiliki Kota Magelang dapat dikelompokkan menjadi:
- Era kerajaan
Pada era ini mencakup :
- sebagai Pakuning Tanah Jawi, Kyai Semar, Syech Subakir (Walisongo Generasi Pertama, Kyai Sepanjang, Perang Segitiga Mataram, Belanda dan Cina.
Ceritera tentang Gunung Tidar tertuang dalam Lampiran.
- Lahirnya perdikan Magelang, Prasasti Mantyasih, Poh dan Gilikan, masa Raja Rake Watukura Dyah Balitung Sri Iswara Kesawa Samarottungga Dharmodaya Mahasambhu dari Wangsa Sanjaya, serta legenda asal mula nama Magelang.
Ceritera tentang Lahirnya Magelang tertuang dalam Lampiran.
- Era kolonialisme
Tahun 1810 Magelang dijadikan sebagai ibukota Karesidenan Kedu dibawah pimpinan Bupati Kromo dan tahun 1906 ditetapkan sebagai kota Gementeedibawah pimpinan Burgemeester.Kota Magelang sebagai pusat militer kolonialisme di wilayah Jawa bagian tengah dalam rangka mendekati pusat pemerintahan di Yogyakarta dan pelabuhan Semarang.
Banyak pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh kolonial seperti jalur lalu lintas, jalan, kereta api, jembatan, saluran irigasi, bendungan, watertorn, listrik, rumah sakit, sekolah, perumahan militer dan lain-lain yang sampai saat ini sangat dirasakan manfaatnya.
Perjuangan Pangeran Diponegoro bersama laskarnya melawan Belanda hingga penangkapan di Kantor Residen Kedu.
Berdirinya Asuransi Bumi Putra, dan lain-lain.
- Era kemerdekaan
Perjuangan rakyat Magelang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan : tragedi pengibaran bendera Merah Putih di Puncak Tidar, penembakan di markas Kempetai, Tentara Pelajar di Bayeman, Rantai Kencana di Botton, penyerangan markas NICA dalam komando Ahmad Yani (TKR), hingga pembantaian di Dapur Umum Tulung.
Pesanggrahan terakhir Jenderal Sudirman.
Berdirinya Badan Pengelola Keuangan, dan lain-lain.
- Era pembangunan
Berdirinya Akademi militer, dan lain-lain.